EKONOMI
PADA MASA DINASTI UMAYYAH
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah
“sejarah Peradaban Islam”
Dosen Pengampu: Tasmain, MA.
Disusun Oleh:
Binti Nadhiroh (9331 107 13)
PRODI PERBANDINGAN AGAMA
JURUSAN
USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KEDIRI
2015
- Latar Belakang
Sejarah tak ubahnya cermin masa lalu
yang menjadi pijakan dan langkah setiap insan di masa mendatang.
Kita tahu pada zaman sekarang perekonomian di dunia ini mengalami pasang surut.
Adakalnya sampai pada titik terendah. Walaupun begitu ekonomi di dunia juga
pernah mengalami kejayaan. Semua itu tidak hannya terjadi pada zaman sekarang
saja, melainkan pada zaman dinasti Umayyah juga mengalami hal yang sama. Semua
itu tergantung pada orang yang memimpin. Apabila ia dapat menjalankan
pemerintahan dengan baik maka pemerintahan itu akan maju. Namun sebaliknya,
apabila ia tidak dapat memerintah dengan baik maka pemerintahannya akan hancur.
Pada
masa Dinasti Umayyah lah disebut sebagai masa keemasan pencapaian kejayaan
pemerintahan Islam. Meskipun masa pemerintahannya tidak cukup satu abad (90-91
tahun), tetapi berbagai kemajuan yang dicapai selama pemerintahan ini dapat
dikatakan sangat luar biasa termasuk ke dalamnya adalah kesuksesan dalam
perluasan wilayah pemerintahan Islam dan jumlah penduduk yang masuk Agama
Islam.
- Rumusan Masalah
1. Bagaimana
ekonomi pada masa daulah umayyah?
2. Apa
faktor kemajuan perekonomian daulah umayyah?
3. Apa
faktor kemunduran perekonomian daulah umayyah?
- Ekonomi Pada Masa Daulah Umayyah
Pada masa pemerintahan umayyah
berada di tangan Khalifah Abdul Malik Ibn Marwan, lebih kurang dua belas tahun,
kondisi dinasti umayah ini relative stabil. Kondisi ini terjadi, justru karena
mendapatkan dukungan al-hajjaj, seorang panglima penakluk mekah yang bertangan
besi, memimpin wilayah sebelah timur yang merupakan propinsi yang sangat
berbahaya dari segi keamanan.
Dengan adanya kerjasama yang baik
antara Abd al-Malik dan al-hajjaj ini menghasilkan pemerintahan yang kuat yang
ditandai dengan meningkatkan anggaran pemerintahan untuk berbagai macam
pekerjaan umum, diantaranya adalah pembangunan prasarana dan masjid-masjid
diberbagai propinsi, dan yang terbesar ialah pembangunan Doem of the rock
(Qubbah al-Sahra) di atas masjid al-aqsha di Jerusalem.
Upaya pembangunan prasarana di atas,
menjadikan pertanian dapat berkembang dengan pesat hasil uang menonjol seperti
gandum, padi, tebu, jeruk, kapas, dan sebagainya. Demikian juga, industri
kulit, dan tenun mengalami kemajuan yang cukup bagus. Hasil pertanian dan
perindrustrian dipasarkan sampai ke india dan Asia Tenggara.
Pengganti khalifah Abd al-Malik
adalah anaknya yang bernama Walid ibn Abd al-Malik, yang mewarisi dua hal
penting. Pertama, kekayaan yang melimpah dari hasil berbagai penaklukan. Kedua,
mata uang arab yang telah dibakukan. Karena itu, masa pemerintahan Walid ini
dipandang sebagai puncak kejayaan dinasti umayah, sedangkan pada masa-masa
kekalifahan sesudahnya mulai terlihat tanda-tanda kemerosotan dan hampir tak
terlihat lagi peristiwa-peristiwa penting yang dapat dikatakan sebagai kemajuan
ekonomi. Di zaman walidlah ekspansi pasukan islam ke wilayah barat dilakukan.
Sumber uang masuk pada zaman daulah
umayyah pada umumnya seperti dizaman permulaan islam. Al-Dharaaib yaitu kewajiban
yang harus dibayar oleh warga Negara pada zaman daulah amawiyah ditamabah lagi
atas kewajiban dizaman permulaan islam. Kepada penduduk dari negeri-negeri yang
baru ditakhlukkan terutama, yang belum masuk islam, ditetapkan pajak-pajak
istimewa. Masharif baitul mal yaitu saluran uang ke luar di zaman daulah
umayyah pada umumnya sama seperti perlumaan islam, yaitu: [1] gaji para pegawai
dan tentara, serta biaya tata usaha Negara. [2] pembangunan pertanian, termasuk
irigasi dan penggalian terus-menerus, [3] ongkos bagi orang-orang hokum dan
tawanan perang, [4] perlengkapan, dan [5] hadiah-hadiah kepada para pujangga
dan para ulama. Kecuali untuk itu para khalifah umayyah menyediakan dana khusus
untuk dinas rahasia, sedangkan gaji tentara di tngkatka sedemikian rupa, demi
untuk menjalankan politik tangan besinya.[1]
Diantara langkah yang dilakukan oleh
Walid ibn Abd Malik, ia mempergunakan sebagian kekayaan negara untuk membenahi
prasarana perkotaan dan pembangunan kesejahteraan sosial lainnya. Ia membenahi
jalan-jalan membangun panti-panti untuk penderita penyakit kusta, dan kronis
lainnya, membangun rumah sakit, membangun masjid-masjid dan yang terbesar
masjid umayah di Damaskus. Sampai saat ini masjid besar dinasti umayah tetap
berdiri megah.[2]
- Factor Kemajuan Ekonomi Pada Masa Daulah Bani Umayyah
- Perdagangan
setalah daulah Umayyah berhasil menguasai wilayah yang cukup luas, maka lalu lintas perdagangan mendapat jaminan yang layak, baik melalui jalan darat maupun laut. Pada jalan darat umat islam mendapatkan keamanan untuk melewati jalan sutra menuju tiongkok guna memperlancar perdagangan sutra, keramik, obat-obatan, dan wangi-wangian. Pada jalur laut kea rah negeri-negeri belahan timur untuk mencari rempah-rempah, bumbu, kasturi, permata, logam mulia, gading, dan bulu-buluan. Sehingga dengan demikian basrah di teluk Persia pada saat itu menjadi pelabuhan dagang yang cukup ramai. - Pertanian dan industri
Dalam
bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap pembagunan di sector
pertanian, beliau telah memperkenalkan sistem irigrasi (pengairan) yang
bertujuan meningkatkan hasil pertanian.
- Reformasi fiscal
Selama pemerintahan Umayyah semua
pemilik tanah baik yang muslim dan nonmuslim, diwajibkan membayar pajak tanah,
sementara itu pajak kepala tidak berlaku lagi bagi penduduk muslim, sehingga
banyak penduduk yang masuk islam secara ekonomi hal ini yang melatar belakangi
berkurangnya penghasilan Negara. Namun demikian, dengan keberhasilan Umayyah
melakukan penaklukan imperium Persia dan Byzantium maka sesungguhnya kemakmuran
daulah ini sudah melimpah ruah. Pada masa umar bin abdul aziz, beliau memiliki
pandangan bahwa menciptakan kesejahteraan masyarakat bukan dengan cara
mengumpulkan pajak sebanyak-banyaknya seperti yang dilakukan oleh para khalifah
Bani Umayyah sebelum Umar, melainkan dengan mengoptimalkan kekayaan alam yang
ada, dan mengelola keuangan Negara dengan efektif dan efisien. Keberhasila
dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat inilah yang membuat Umar Bin Abdul
Aziz tidak hanya disebut sebagai pemimpin Negara, tetapi juga sebagai fiskalis
muslim yang mampu merumuskan, mengelola, dan mengeksekusi kebijakan fiskal pada
masa kekhalifahannya.
- Pembuatan mata uang
Pada masa khalifah Abdul Malik bin
Marwan (65-86H), beliau membuat kebijakan untu memakai mata uang sendiri.
Pemrintah saat itu mendirikan tempat percetakan mata uang di Daar idjard. Mata
uang dicetak secara terorganisir dengan control pemerintah, kemudian pada tahun
77H/697M, khalifah Abdul Malik mencetak dinar khusus yang bercorak islam yang
khas, berisi teks islam, ditulis dengan tulasan kufi. Gambar-gambar dinar lam
diubah dengan lafadz-lafadz islam seperti Allahu Ahad, Allah Baqa’. Sejak saat
itulah umat islam memiliki dinar dan dirham islam sebagai mata uangnya dan
meninggalkan dinar Bezantium dan dirham Kirsa.[3]
- Ada beberapa factor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain:
1. Sistem
pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi
tradisi arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas.
Ketidak jelasan system pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya
persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2. Latar
belakang terbentuknya dinasti umayyah tidak bisa dipisahkan dari
konflik-konflik politik yang terjadi yang terjadi dimasa Ali. Sisa-sisa syi’ah
(para pengikut Ali) dan khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara
terbuka, seperti di masa awal dan akhir maupun secara sembunyi seperti dimasa
pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan gerakan-garakan ini banyak
menyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada
masa kekuasaan Bani umayyah, pertentangan etnis antara suku Arab Utara (Bani
Qays) dan Arabia selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum islam,
makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah
mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Di samping itu,
sebagian besar golongan mawali (non-Arab), terutama di irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa
tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah
dengan keangkuhan bangsa arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4. Lemahnya
pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup yang mewah di
lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup mewarisi kekuasaan.
Di samping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa
terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5. Penyebab
langsung tergulingnya kekuasaan dinasti umayyah adalah munculnya kekuatan baru
yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas ibn Abd Al-Almunthalib. Gerakan ini
mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah dan kaum Mawali
yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Umayyah.[4]
- Kesimpulan
Pada
masa Daulah Umayyah keadaan ekonominya tergantung pada pemasukan pertanian,
seperti gandum, padi, tebu, jeruk, kapas,
dan sebagainya. Pembangunan prasarana dan masjid-masjid diberbagai propinsi,
dan yang terbesar ialah pembangunan Doem of the rock (Qubbah al-Sahra) di atas
masjid al-aqsha di Jerusalem. Ini semua disebabkan kerjasama yang dilakukan
dengan baik antara Abd al-Malik dan al-hajjaj. Setelah Abd al-Malik lengser
dari jabatannya sebagai khalifah kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Walid
ibn Abd al-Malik. Yang mana pada masa perintahannya mengalami puncak kejayaan
Daulah Umayyah.
Ada beberapa factor yang menjadi
penyebab kemajuan daulah Umayyah. Secara garis besar yaitu pada bidang
perdagangan, bidang Pertanian dan industry, Reformasi fiscal dan Pembuatan mata
uang. Sedangkan factor yang menjadi penyebab runtuhnya Daulah Umayyah adalah system
pemerintahan yang turun temurun, gaya hidup mereka yang bermewah-mewahan, terjadinya
peperangan yang sangat panjang sehingga menyebabkan krisis ekonomi. Dan munculnya
kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas ibn Abd Al-Almunthalib.
Daftar
Pustaka
Fu’adi,
Imam. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Teras, 2011
Hasjmy,
A. sejarah kebudayaan islam. Jakarta: PT. Bulan Bintang. 1995.
Yatim, Badri. sejarah peradaban islam
dirasah aslamiyah II. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. 2011.
http://dickwibawa.blogspot.com/2012/02/kemajuan-ekonomi-sosial-dan-kebudayaan.html/23-03-2015/
9:25 Am
[1]
A. hasjmy, sejarah kebudayaan islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1995) hal 174
[2]
Imam fu’adi, sejarah peradaban islam, (Yogyakarta: Teras, 2011 ) hal.81
[3]
http://dickwibawa.blogspot.com/2012/02/kemajuan-ekonomi-sosial-dan-kebudayaan.html
[4]
Badri Yatim, sejarah peradaban islam dirasah aslamiyah II, (Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2011). Hal 49
0 komentar:
Posting Komentar