Pages

Rabu, 25 November 2015

bidang ekonomi pada masa dinasti umayyah



EKONOMI PADA MASA DINASTI UMAYYAH
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“sejarah Peradaban Islam”
Dosen Pengampu: Tasmain, MA.

Disusun Oleh:
Binti Nadhiroh (9331 107 13)

PRODI PERBANDINGAN AGAMA
 JURUSAN USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
 KEDIRI
2015  


  1. Latar Belakang
Sejarah tak ubahnya cermin masa lalu yang menjadi pijakan dan langkah setiap insan di masa mendatang. Kita tahu pada zaman sekarang perekonomian di dunia ini mengalami pasang surut. Adakalnya sampai pada titik terendah. Walaupun begitu ekonomi di dunia juga pernah mengalami kejayaan. Semua itu tidak hannya terjadi pada zaman sekarang saja, melainkan pada zaman dinasti Umayyah juga mengalami hal yang sama. Semua itu tergantung pada orang yang memimpin. Apabila ia dapat menjalankan pemerintahan dengan baik maka pemerintahan itu akan maju. Namun sebaliknya, apabila ia tidak dapat memerintah dengan baik maka pemerintahannya akan hancur.
Pada masa Dinasti Umayyah lah disebut sebagai masa keemasan pencapaian kejayaan pemerintahan Islam. Meskipun masa pemerintahannya tidak cukup satu abad (90-91 tahun), tetapi berbagai kemajuan yang dicapai selama pemerintahan ini dapat dikatakan sangat luar biasa termasuk ke dalamnya adalah kesuksesan dalam perluasan wilayah pemerintahan Islam dan jumlah penduduk yang masuk Agama Islam.
  1. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana ekonomi pada masa daulah umayyah?
2.      Apa faktor kemajuan perekonomian daulah umayyah?
3.      Apa faktor kemunduran perekonomian daulah umayyah?








  1. Ekonomi Pada Masa Daulah Umayyah
Pada masa pemerintahan umayyah berada di tangan Khalifah Abdul Malik Ibn Marwan, lebih kurang dua belas tahun, kondisi dinasti umayah ini relative stabil. Kondisi ini terjadi, justru karena mendapatkan dukungan al-hajjaj, seorang panglima penakluk mekah yang bertangan besi, memimpin wilayah sebelah timur yang merupakan propinsi yang sangat berbahaya dari segi keamanan.
Dengan adanya kerjasama yang baik antara Abd al-Malik dan al-hajjaj ini menghasilkan pemerintahan yang kuat yang ditandai dengan meningkatkan anggaran pemerintahan untuk berbagai macam pekerjaan umum, diantaranya adalah pembangunan prasarana dan masjid-masjid diberbagai propinsi, dan yang terbesar ialah pembangunan Doem of the rock (Qubbah al-Sahra) di atas masjid al-aqsha di Jerusalem.
Upaya pembangunan prasarana di atas, menjadikan pertanian dapat berkembang dengan pesat hasil uang menonjol seperti gandum, padi, tebu, jeruk, kapas, dan sebagainya. Demikian juga, industri kulit, dan tenun mengalami kemajuan yang cukup bagus. Hasil pertanian dan perindrustrian dipasarkan sampai ke india dan Asia Tenggara.
Pengganti khalifah Abd al-Malik adalah anaknya yang bernama Walid ibn Abd al-Malik, yang mewarisi dua hal penting. Pertama, kekayaan yang melimpah dari hasil berbagai penaklukan. Kedua, mata uang arab yang telah dibakukan. Karena itu, masa pemerintahan Walid ini dipandang sebagai puncak kejayaan dinasti umayah, sedangkan pada masa-masa kekalifahan sesudahnya mulai terlihat tanda-tanda kemerosotan dan hampir tak terlihat lagi peristiwa-peristiwa penting yang dapat dikatakan sebagai kemajuan ekonomi. Di zaman walidlah ekspansi pasukan islam ke wilayah barat dilakukan.
Sumber uang masuk pada zaman daulah umayyah pada umumnya seperti dizaman permulaan islam. Al-Dharaaib yaitu kewajiban yang harus dibayar oleh warga Negara pada zaman daulah amawiyah ditamabah lagi atas kewajiban dizaman permulaan islam. Kepada penduduk dari negeri-negeri yang baru ditakhlukkan terutama, yang belum masuk islam, ditetapkan pajak-pajak istimewa. Masharif baitul mal yaitu saluran uang ke luar di zaman daulah umayyah pada umumnya sama seperti perlumaan islam, yaitu: [1] gaji para pegawai dan tentara, serta biaya tata usaha Negara. [2] pembangunan pertanian, termasuk irigasi dan penggalian terus-menerus, [3] ongkos bagi orang-orang hokum dan tawanan perang, [4] perlengkapan, dan [5] hadiah-hadiah kepada para pujangga dan para ulama. Kecuali untuk itu para khalifah umayyah menyediakan dana khusus untuk dinas rahasia, sedangkan gaji tentara di tngkatka sedemikian rupa, demi untuk menjalankan politik tangan besinya.[1]
Diantara langkah yang dilakukan oleh Walid ibn Abd Malik, ia mempergunakan sebagian kekayaan negara untuk membenahi prasarana perkotaan dan pembangunan kesejahteraan sosial lainnya. Ia membenahi jalan-jalan membangun panti-panti untuk penderita penyakit kusta, dan kronis lainnya, membangun rumah sakit, membangun masjid-masjid dan yang terbesar masjid umayah di Damaskus. Sampai saat ini masjid besar dinasti umayah tetap berdiri megah.[2]
  1. Factor Kemajuan Ekonomi Pada Masa Daulah Bani Umayyah
  1. Perdagangan
    setalah daulah Umayyah berhasil menguasai wilayah yang cukup luas, maka lalu lintas perdagangan mendapat jaminan yang layak, baik melalui jalan darat maupun laut. Pada jalan darat umat islam mendapatkan keamanan untuk melewati jalan sutra menuju tiongkok guna memperlancar perdagangan sutra, keramik, obat-obatan, dan wangi-wangian. Pada jalur laut kea rah negeri-negeri belahan timur untuk mencari rempah-rempah, bumbu, kasturi, permata, logam mulia, gading, dan bulu-buluan. Sehingga dengan demikian basrah di teluk Persia pada saat itu menjadi pelabuhan dagang yang cukup ramai.
  2. Pertanian dan industri
Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap pembagunan di sector pertanian, beliau telah memperkenalkan sistem irigrasi (pengairan) yang bertujuan meningkatkan hasil pertanian.
  1. Reformasi fiscal
Selama pemerintahan Umayyah semua pemilik tanah baik yang muslim dan nonmuslim, diwajibkan membayar pajak tanah, sementara itu pajak kepala tidak berlaku lagi bagi penduduk muslim, sehingga banyak penduduk yang masuk islam secara ekonomi hal ini yang melatar belakangi berkurangnya penghasilan Negara. Namun demikian, dengan keberhasilan Umayyah melakukan penaklukan imperium Persia dan Byzantium maka sesungguhnya kemakmuran daulah ini sudah melimpah ruah. Pada masa umar bin abdul aziz, beliau memiliki pandangan bahwa menciptakan kesejahteraan masyarakat bukan dengan cara mengumpulkan pajak sebanyak-banyaknya seperti yang dilakukan oleh para khalifah Bani Umayyah sebelum Umar, melainkan dengan mengoptimalkan kekayaan alam yang ada, dan mengelola keuangan Negara dengan efektif dan efisien. Keberhasila dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat inilah yang membuat Umar Bin Abdul Aziz tidak hanya disebut sebagai pemimpin Negara, tetapi juga sebagai fiskalis muslim yang mampu merumuskan, mengelola, dan mengeksekusi kebijakan fiskal pada masa kekhalifahannya.
  1. Pembuatan mata uang
Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86H), beliau membuat kebijakan untu memakai mata uang sendiri. Pemrintah saat itu mendirikan tempat percetakan mata uang di Daar idjard. Mata uang dicetak secara terorganisir dengan control pemerintah, kemudian pada tahun 77H/697M, khalifah Abdul Malik mencetak dinar khusus yang bercorak islam yang khas, berisi teks islam, ditulis dengan tulasan kufi. Gambar-gambar dinar lam diubah dengan lafadz-lafadz islam seperti Allahu Ahad, Allah Baqa’. Sejak saat itulah umat islam memiliki dinar dan dirham islam sebagai mata uangnya dan meninggalkan dinar Bezantium dan dirham Kirsa.[3]
  1. Ada beberapa factor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain:
1.      Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidak jelasan system pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2.      Latar belakang terbentuknya dinasti umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi yang terjadi dimasa Ali. Sisa-sisa syi’ah (para pengikut Ali) dan khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka, seperti di masa awal dan akhir maupun secara sembunyi seperti dimasa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan gerakan-garakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3.      Pada masa kekuasaan Bani umayyah, pertentangan etnis antara suku Arab Utara (Bani Qays) dan Arabia selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Di samping itu, sebagian besar golongan mawali (non-Arab), terutama di irak  dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4.      Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup yang mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup mewarisi kekuasaan. Di samping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5.      Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas ibn Abd Al-Almunthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Umayyah.[4]

  1. Kesimpulan
Pada masa Daulah Umayyah keadaan ekonominya tergantung pada pemasukan pertanian, seperti gandum, padi, tebu, jeruk, kapas, dan sebagainya. Pembangunan prasarana dan masjid-masjid diberbagai propinsi, dan yang terbesar ialah pembangunan Doem of the rock (Qubbah al-Sahra) di atas masjid al-aqsha di Jerusalem. Ini semua disebabkan kerjasama yang dilakukan dengan baik antara Abd al-Malik dan al-hajjaj. Setelah Abd al-Malik lengser dari jabatannya sebagai khalifah kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Walid ibn Abd al-Malik. Yang mana pada masa perintahannya mengalami puncak kejayaan Daulah Umayyah.
Ada beberapa factor yang menjadi penyebab kemajuan daulah Umayyah. Secara garis besar yaitu pada bidang perdagangan, bidang Pertanian dan industry, Reformasi fiscal dan Pembuatan mata uang. Sedangkan factor yang menjadi penyebab runtuhnya Daulah Umayyah adalah system pemerintahan yang turun temurun, gaya hidup mereka yang bermewah-mewahan, terjadinya peperangan yang sangat panjang sehingga menyebabkan krisis ekonomi. Dan munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas ibn Abd Al-Almunthalib.

Daftar Pustaka
Fu’adi, Imam. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Teras, 2011
Hasjmy, A. sejarah kebudayaan islam. Jakarta: PT. Bulan Bintang. 1995.
Yatim, Badri. sejarah peradaban islam dirasah aslamiyah II. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. 2011.



[1] A. hasjmy, sejarah kebudayaan islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1995) hal 174
[2] Imam fu’adi, sejarah peradaban islam, (Yogyakarta: Teras, 2011 ) hal.81
[3] http://dickwibawa.blogspot.com/2012/02/kemajuan-ekonomi-sosial-dan-kebudayaan.html
[4] Badri Yatim, sejarah peradaban islam dirasah aslamiyah II, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011). Hal 49

0 komentar:

Posting Komentar