AGAMA TAO
Makalah
ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Agama-Agama
di Dunia”
Dosen
Pengampu: Tasmain, MA.
Disusun
Oleh:
1. Binti
Nadhiroh (9331 107 13)
2. Wardatul
Husniah (9331 109 13)
PRODI PERBANDINGAN AGAMA JURUSAN
USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI 2015
Pendahuluan
Latar Belakang
Kepercayaan di dunia ada sejalan
dengan keberadaan manusia sejak manusia diciptakan. Seperti kita ketahui selama
ini, bahwa manusia pertama Adam juga mempunyai kepercayaan bahwa ia diciptakan
dari suatu yang memiliki kekuatan lebih.
Adapun tentang agama, suatu istilah
yang digunakan untuk menunjukkan makna kenyamanan. Dengan maksud bahwa agama
memiliki arti meniadakan kekacauan, huru-hara dll yang data memicu terjadinya
konflik. Semua agama didunia tidak terkecuali mengajarkan pada arah yang
positif, akan tetai mereka mempunyai corak dan karakter masing-masing. Dalam
konteks pembahasan kali ini, makalah ini menjelaskan satu sekte ajaran agama
yang ada di dunia, yaitu Agama Tao.
Agama Tao yang kita tahu, merupakan
agama-agama orang Cina yang lebih memusatkan ajarannya untuk mencintai alam
semesta. Sesungguhnya tidak satupun kebudayaan di dunia ini yang mempunyai
warna tunggal. Di Cina, nada-nada klasik dari agama Khong Hu Cu telah diimbangi
bukan saja oleh berbagai ragam spiritual dari agama Budha melainkan juga oleh
berbagai corak romantic dari Taoisme, kali ini kita akan membahas berbagai
corak tersebut dalam makalah ini.
A.
Pendiri
Menurut tradisi, Taoisme berasal dari seorang yang
bernama Lao Tzu, yang dikabarkan lahir kira-kira tahun 640 SM. Beberapa orang
menyatakan bahwa beliau hidup tiga abad kemudian dari tahun tersebut. Lao Tzu,
yang dapat diterjemahkan sebagai “putra tua”, “sahabat tua”, ataupun sang “guru
tua” ini merupakan gelar kecintaan dan penghormatan. Beberapa legenda
menceritakan bahwa ia dilahirkan tanpa dosa oleh sebuah meteor, dan dikandung
oleh ibunya selama 82 tahun, dan lahir sebagai tua yang bijaksana dengan rambut
yang sudah memutih. Cerita lain menceritakan bahwa ia sebagai laki-laki yang
bekerja sebagai pemelihara arsip di Negara asalnya China, dan dengan
pekerjaannya itu ia hidup secara sederhana dan tidak banyak tuntutan. Perkiraan
tentang kepribadiannya hampir seluruhnya didasarkan pada sebuah buku kecil yang
yang dianggap ditulis beliau sendiri. Dari buku tersebut dianggap oleh beberapa
orang pengamat bahwa beliau pasti orang pertapa yang kesepian, yang hanyut
dalam meditasi okultis personalnya, sedangkan yang lainnya menggambarkan beliau
sebagai “tetangga abadi” yang mempunyai kodrat sama dengan manusia umumnya.[1]
B.
Kitab
Suci
Agama Tao dimaknai menjadi tiga, `sebagai magis pada
Taoism rakyat, ataupun secara mistik seperti pada Taoisme Esoterik dan secara
filosofis. Akan tetapi ketiganya berkiblat pada buku Lao Tzu. Kata “tzu” atau
tuan adalah tambahan akhiran (sufiks) terhadap nama-nama para filsuf pada
dinasti Chou, seperti pada Chuang Tzu, Hsun Tzu dan lain-lain.[2] Dengan
nama kitabnya Tao Te Ching, sebuah kitab kecil yang berisi 5000 kata yang
ditulis 6tahun SM. Bagi orang awan awam sangat sulit memahami kitab tersebut, karena
disampaikan dalam bahasa yang sangat puitis. Isi terpenting dalam kitab Tao Te
Ching adalah ajaran Wu Wei.
Selain kitab Tao Te Ching, terdapat dua kitab yang
dianggap termashur menurut penganut Taoisme diantaranya, Karya Chuang-Tzu yang
berisi tentang pemikiran guru Zhuang dan murid-muridnya dan kitab Leizi yang
berisi tentang hiburan dalam filsafat dan kumpulan cerita.
C.
Ajaran
Agama Thao
1.
Dao
Dao adalah inti ajaran Taoisme,
yang berarti tidak terbentuk, tidak terlihat merupakan proses dari kejadian
semua benda hidup dan segala yang ada di alam semesta. Dao yang berwujud dalam
benda hidup dan kebendaan lainya dinamakan De. Gabungan dari Dao dan De
merupakan landasan kealamian. Keabadian manusia hidup ketika manusia mencapai
pada keadaan Dao, menjadi dewa.
2. Yin dan
Yang
Dao melahirkan sesuatu, yang
disebut Yin (positif) dan yang (negative). Yin dan yang saling melengkapi untuk
menghasilkan tenaga dan kekuatan. Kekuatan tersebut berasal dari jutaan benda
di dunia. Setiap benda di alam semesta baik beruapa benda hidup atau mati
mengandung Yin dan Yang saling melengkapi untuk mencapai keseimbangan.
3. Pandangan
Tentang Manusia
Manusia yang sombong,
melakukan tindakan dilur kemampuannya maka suatu saat ia akan mendapat celaan
atau menderita. Karena itu, orang yang mengenal Dao dan mengerti hokum alam
akan menolak segala jenis bentuk penghargaan yang diberikan kepadanya. Ia
memilih tidak menonjolkan dirinya. Taoisme mengajarkan untuk tidak melekat pada
harta benda.
4. Etika
Agama Tao menggabungan ilmu
pengetahuan, kedewaan dan filsafat sebagai landasan yang agung. Agama Tao
menyembah banyak dewa-dewi. Agama Tao memgajarkan bahwa manusia sejati mampu
mencapai kesempuranaan Dewa-dewi jika ia mampu berbuat jasa yang sangan besar
terhadap masyarakat.
Dengan demikian dapat dipahami
Agama Tao mengajarkan “Manusia merupakan bagian dari alam, maka dari itu
manuisa sebagai ciptaan harus mampu menyelaraskan diri. Berbuat baik tidak jahat,
menjalani perbuatan yang benar dan tidak salah, yang paling penting adalah
menjani ajaran Tao dalam setiap tingkah laku kehidupanya sebagai sarat untuk
menjadi manusia sejati yang sempurna”.
Agama Tao menganjurkan iga
nasihat dari Lao-Zi: Welas asih, hemat tapi tidak kikir dan rendah hati.[3]
D.
Sejarah
& Perkembangan Agama Thao[4]
Agama Tao merupakan Agama yang berasal dari
Tiongkok. Dari data-data yang ada, maka Agama Tao termasuk agama yang tertua di
dunia ini, umumnya diakui sudah ada sejak 7000 tahun yang silam, dan juga
merupakan agama yang dianut oleh sebagian besar orang Tionghoa, ini tercermin
dari tulisan LU XUN seorang budayawan kondang, dimana beliau menulis bahwa
Agama Tao adalah agama dan akar utama dari kebudayaan Tionghoa. Umumnya Agama
Tao diyakini :Berasal dari Kaisar Kuning (Wang Di), dikembangkan oleh Lao Zi
dan terorganisasi menjadi sebuah institusi Keagamaan (Agama Tao) yang lengkap
oleh Zhang Tao Ling.
Agama Tao selain telah berjasa dalam menjaga
keharmonisan hidup bermasyarakat di Tiongkok selama beribu-ribu tahun. Juga
telah memberikan banyak sumbangan terhadap kemajuan sastra, budaya, ilmu
astronomi, ilmu pengobatan, filsafat dan cara berpikir masyarakat Tionghoa
dimanapun mereka berada.
Pada jaman FU XI sekitar tahun 5000 SM, FU XI telah
menggunakan teori dan perhitungan BA-KUA (Delapan Penjuru) untuk menjelaskan
tentang sistem Astronomi, menentukan hal-hal yang penting yang berhubungan
dengan ramalan kehidupan seseorang, serta menentukan cara-cara ritual
penyembahan Dewa/Dewi.
Sampai pada jamannya WANG DI (Kaisar Kuning) 2698
SM, mulai dikemukakan teori tentang kaidah-kaidah alamiah dan teori tentang
masalah kehidupan dan kematian. WANG DI juga merupakan tokoh yang pertama
menjalankan pemerintahannya berdasarkan ajaran TAO (
).

Sejak WANG DI sampai 1500 tahun berikutnya, setiap
pemimpin yang menggantikan pemimpin lainnya selalu memerintah masyarakatnya
dengan teori ajaran WANG DI, antara lain : Menghormati TIAN dan menjunjung
tinggi Sopan-santun dalam bermasyarakat (WANG DI ZHI TAO / Filsafat ajaran WANG
DI).
Pada jaman Dinasti Kerajaan Chow, muncul seorang
bijaksana yang mempunyai nama besar yaitu LAO ZI. Beliau pernah bertugas
sebagai pejabat yang menjaga dan merawat perpustakaan buku-buku yang dimiliki
kerajaan Chow. Karena itu beliau mempunyai kesempatan untuk membaca semua
buku-buku dan menguasai teori-teori yang diajarkan oleh WANG DI.
Ini membuat beliau sangat menyanjung keagungan alam
yang telah menghidupi semua makhluk hidup, termasuk manusia, namun beliau juga
mengajarkan bahwa dibalik semuanya itu pasti ada yang menciptakannya yang
bersifat maha Agung; maha Mulia dan maha Esa, hanya saja sulit bagi beliau
untuk memberikan sebutan atau nama yang tepat bagi Pencipta Alam Semesta yang
maha Besar ini.
Akhirnya LAO ZI meminjam kata "TAO" (
), untuk memberi nama bagi "SUMBER"
dari segala sesuatu yang tercipta di alam semesta ini. Menurut LAO ZI; TAO
adalah sumber terciptanya segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini. Cara
berpikir beliau jauh melampaui jamannya ketika itu, ditambah ajaran-ajarannya
yang menjunjung tinggi kebajikan dan menentang kebiadaban, maka akhirnya ajaran
LAO ZI bersama-sama ajaran WANG DI dikenal orang sebagai Ajaran WANG-LAO
(WANG-LAO TAO / Filsafat ajaran Wang Di dan Lao Zi) sampai sekarang.

Ajaran Wang-Lao (Wang-Lao Tao) ini makin berkembang
dan mengakar di hati masyarakat, akhirnya dianut oleh hampir setiap orang
terpelajar dan cendekiawan jaman itu, salah satunya adalah CHUANG ZI.
Pemujaan terhadap LAO ZI sudah dimulai sejak jaman
Dinasti JIN HAN, saat itu kegiatan keagamaan dan upacara ritual keagamaan sudah
berkembang sedemikian lengkapnya. Pada jaman Han Barat, masyarakat hidup makmur
dan sentosa berkat semua pemimpin kerajaan menganut dan menjalankan ajaran
WANG-LAO TAO.
Sampailah pada jaman Han Timur (Tong Han), ada
seorang bernama Zhang Tao Ling yang dengan sungguh-sungguh mempelajari semua
ajaran TAO dan ilmu keDewaan, beliau juga berhasil membuat pemilahan-pemilahan
dan menyusun peraturan-peraturan tentang cara-cara upacara ke Agamaan TAO,
mengajarkan cara-cara bagaimana seharusnya menggambar HU dan menuliskannya
dalam buku-buku yang baku untuk kepentingan pengajaran kepada
pengikut-penganutnya.
Sehingga terbentuklah sebuah organisasi
kemasyarakatan yang berbasis Agama TAO yang pertama sejak itu. Selanjutnya
semua kegiatan keagamaannya selalu secara resmi menggunakan nama AGAMA TAO.
Pengikut-pengikutnya disebut sebagai umat TAO (TAO SHI).
Zhang Tao Ling juga menggunakan nama lain, selain
Agama Tao, yaitu Thian Zhi TAO dan terutama aktif di daerah Si Chuan,
penerusnya juga menyebarkan agama TAO di daerah Jiang Si di daerah Long Hu San
/ Gunung Naga Harimau, sebelah selatan dari sungai Zhang Jiang.
Sejak itu Agama TAO selalu mengajarkan umatnya untuk
memupuk dan mempunyai sifat-sifat yang Jujur, Tulus dan Welas Asih, serta tidak
boleh menyakiti orang lain. Orang kalau sakit atau bersalah, bila ingin sembuh
dan minta pertolongan di dalam Agama TAO, maka diharuskan pertama kali untuk
mengakui kesalahannya atau perbuatan tidak baiknya, baru kemudian diberi
pengobatan ataupun nasehat bahkan diajak Semedi dan mawas diri untuk kesembuhan
dirinya.
Agama TAO terutama mengajarkan sifat Qing Jing Wu
Wei, suatu sifat dimana orang dianjurkan untuk selalu berusaha berbuat sesuatu
demi kepentingan bersama, namun tetap menjaga sikap mental yang tulus tanpa
pamrih, selain itu juga selalu mawas diri dalam usahanya mengajak masyarakat
supaya mampu menjaga keharmonisan kehidupan masing-masing. Sifat demikianlah
yang antara lain ikut mendorong terbangunnya klenteng-klenteng yang bisa
dipakai untuk menginap bagi orang-orang yang sedang bepergian jauh, serta
menyediakan makanan cuma-cuma bagi yang menginap di sana, ini semua bertujuan
untuk melayani dan memudahkan masyarakat pada jamannya, sehingga sangat
mendapat dukungan dari segala lapisan masyarakat.
Pada jaman Dinasti DHANG, Agama TAO berkembang pesat
sekali, sehingga raja pun menetapkan adanya pejabat khusus setingkat Menteri
untuk mengurusi semua persoalan yang berhubungan dengan Tao Kuan dan
Klenteng-klenteng yang ada pada saat itu.
Selain itu juga setiap tahun diadakan semacam ujian
untuk mengangkat orang-orang yang ahli dalam pengetahuan tentang Tao
(Istilahnya XIAN SIEK POK SHI = Profesor Keagamaan dalam Agama Tao), sebagai
penasehat resmi kerajaan.
Keadaan ini berkembang terus sampai jaman Dinasti
SONG, umumnya raja-raja dan keluarga raja semuanya menganut Agama Tao, sehingga
boleh dikatakan merupakan jaman keemasan bagi Agama TAO saat itu. Sejarah
mencatat bahwa jaman Dinasti DHANG dan Dinasti SONG, banyak menghasilkan Tao
Shi (Pendeta / Ahli Agama TAO) yang sangat bijaksana dan mumpuni, dimana cerita
mereka itu banyak bisa dijumpai dalam buku-buku yang menulis tentang Agama TAO.
Pada jaman Dinasti CIN, di Tiongkok utara lahirlah 3
aliran Agama TAO yang baru yaitu : Aliran QUAN ZHEN; Aliran ZHEN DA; Aliran DAI
YI. Diantara 3 aliran itu, QUAN ZHEN TAO JIAO (Agama TAO aliran QUAN ZHEN)
berkembang paling pesat dan mempunyai pengaruh yang sangat luas. Dari QUAN ZHEN
TAO JIAO lah muncul seorang tokoh yang bernama JIU JU CIE, beliaulah yang pada
jaman Dinasti YUAN, berhasil mempengaruhi dan mengajak Raja YUAN yaitu JENGIS
KHAN, untuk menerima dan percaya kepada ajaran Agama TAO.
Pada akhir jaman Dinasti YUAN, popularitas Agama TAO
mulai menurun di kalangan keluarga kerajaan, sehingga terjadilah peristiwa
pembakaran buku-buku Agama TAO, hal ini tentu sangat merugikan citra dan
menimbulkan kemarahan umat Agama TAO dikemudian hari.
Keadaan ini dimanfaatkan oleh CU YUAN CHANG untuk bisa segera memperoleh dukungan masyarakat dalam usahanya manggulingkan Dinasti YUAN dan mendirikan Dinasti MING.
Keadaan ini dimanfaatkan oleh CU YUAN CHANG untuk bisa segera memperoleh dukungan masyarakat dalam usahanya manggulingkan Dinasti YUAN dan mendirikan Dinasti MING.
Setelah CU YUAN CHANG berhasil memanfaatkan umat
Agama TAO dalam mendirikan kerajaan MING, beliau sangat mengetahui bahwa Agama
TAO sangat menjunjung tinggi sifat Kebajikan dan Kebebasan serta sangat Anti
Kediktatoran (karena kediktatoran sangat bertentangan dengan sifat alamiah),
hal ini sangat ditakuti oleh CU YUAN CHANG, sebab beliau sebetulnya lebih suka
menjalankan kekuasaannya secara Tirani.
Maka di depan umum Cu Yuan Chang kelihatan sangat
mendukung berkembangnya Agama TAO, namun secara diam-diam beliau berusaha
melakukan segala cara untuk menekan Agama TAO, ini terbukti karena Cu Yuan
Chang akhirnya hanya mengijinkan Agama TAO untuk menyebarkan ajaran tentang
cara-cara / upacara menyembah Dewa / Dewi serta cerita-cerita tentang Ilmu
pengetahuan KeDewaan, tapi sama sekali dilarang untuk mengajarkan filsafat dan
ilmu pengetahuan dari Agama TAO yang lebih dalam. Hal ini tentu sangat memukul
perkembangan Agama TAO, dan memicu berkembangnya dampak negatif bagi citra
Agama TAO dikemudian hari.
Ketika kerajaan MAN QING menjajah Tiongkok dan
mendirikan Kerajaan QING, sebagai penjajah mereka sangat takut terhadap ajaran
Agama TAO yang sangat bersifat Kerakyatan dan menjunjung Kebijakan dan
Kebebasan serta anti Kediktatoran. Sehingga mereka juga melarang usaha
penyebaran ajaran filsafat dan ilmu pengetahuan Agama TAO yang sebenarnya,
namun sengaja membiarkan orang-orang yang mengatasnamakan Agama TAO untuk
menonjolkan Ketahyulan, berkeliaran untuk menyebarkan kesesatan diantara
anggota masyarakat dengan tujuan memfitnah Agama TAO, orang yang demikian itu
biasanya disebut Wu Bo (Dukun Perempuan) ataupun Shen Han (Dukun Pria).
Karenanya sejak itu, citra Agama TAO menjadi sangat jelek dan ketinggalan jaman, dampaknya terasa sampai kurun waktu yang lama sekali, sekarang ini masih ada sebagian orang terpelajar, yang karena belum mengerti apa sebenarnya Agama TAO, dengan mudahnya meremehkan Agama TAO sebagai Agama yang bersifat tahyul dan ketinggalan jaman, sebab pada dasarnya mereka belum bisa membedakan antara Tao Shi dengan dukun.
Karenanya sejak itu, citra Agama TAO menjadi sangat jelek dan ketinggalan jaman, dampaknya terasa sampai kurun waktu yang lama sekali, sekarang ini masih ada sebagian orang terpelajar, yang karena belum mengerti apa sebenarnya Agama TAO, dengan mudahnya meremehkan Agama TAO sebagai Agama yang bersifat tahyul dan ketinggalan jaman, sebab pada dasarnya mereka belum bisa membedakan antara Tao Shi dengan dukun.
Syukurlah sesuai dengan kemajuan jaman, akhir-akhir
ini semua sudah mulai berubah ke arah yang positif, para umat penganut Agama
TAO mulai menyadari kesalahan sikap diamnya selama ini, sehingga dimana-mana
umat TAO mulai membenahi diri dan dengan gigih menyebarkan ajaran Agama TAO
yang sebenarnya, walaupun masih harus menghadapi banyak kendala di lapangan.
Di luar Tiongkok dan Taiwan, ada beberapa negara
yang umat Agama TAO nya sangat aktif dan berkembang antara lain: Singapore
(Taoist Federation Singapore), Korea, Jepang, Philipina, Malaysia, Thailand,
Vietnam, Indonesia, dll.
E.
Praktik
Keagamaan
Keheningan yang kreatif,
sifat dasar kehidupan yang selaras dengan alam semesta adalah wu wei. Konsep
ini, sering diterjemahkan itu berarti sutu sikap yang kosong atau menahan diri
sacara pasif, maka pengertian tersebut tidak mengena. Suatu pengertian yang
lebih baik adalah keheningan yang kreatif.
Wu wei adalah kegiatan
yang maksimal, penyesuaian diri yang bermanfaat, kesederhanaan, dan kemerdekaan
yang mengalir dari diri kita. Pendekatan ajaran Tao berlawanan, yaitu
menjangkau dasar diri yang selaras dengan Tao dan membiarkan orang berperilaku
secara spontan. Tindakan bersumber dari kehidupan, tindakan baru, tindakan yang
lebih bijaksana, tindakan yang lebih kokoh akan mengikuti kehidupan baru. Tao
Te Ching menjelaskan hal ini secara singkat dan padat : “cara untuk bertindak”,
katanya secara sederhana adalah “dengan hidup”.
Agama Tao dalam
peribadatannya sangat mudah, cukup datang ke klentheng atau Pekong membawa Dupa
dan berdo’a. Pemujaan terhadap Tuhan (Thien), juga bisa dilakukan di depan
rumah. Dengan cara membakar beberapa batang Hio dan menengadah ke langit.
Sedangkan pemujaan untuk para Dewa dilakukan di klentheng dengan membawa
sesajen untuk melunakkan hati para dewa supaya keinginan mereka diijabahi.[5]
F.
Simbol-Simbol
Agama Tao
Suatu ciri lainya dari taoisme adalah konsepsinya
mengnai kenisbian semua nilai, dan sebagai imbalan dari asas ini, adalah adanya
persamaan dari hal yang bertentangan. Dalam hal ini Taoisme berkaitan dengan
simbolisme Cina tradisional tentang yin dan
yang, seperti gambar di atas. Yang
mempunyai arti bahwa kutub-kutub ini menunjukkan segala pertentangan yang
mendasar dalam hidup ini: baik-jahat, aktif-pasif, positif-negatif,
terang-gelap, musim panas-musim dingin, pria-wanita, dan seterusnya.
Menurut para
penganut Taoisme symbol-simbol yang bertentangan tidak selamanya berjalan
sendiri-sendiri, mereka akan selalu saling melengkapi, yang brlawanan tersebut
pada akhirnya akan menyatu dalam sebuah lingkaran yang saling melingkupi
sebagai suatu perlambang dari kesatuan terakhir dari Tao.
Para penganut Tao
menyatakan bahwa mereka yang merenungkan gambar simbolis yang mendalam ini akan
mengetahui bahwa ia memberikan kunci pemahaman yang lebih baik terhadap
rahasia-rahasia dunia jika dibandingkan dengan uraian kata-kata ataupun
filsafat yang panjang lebar. Karena yakin hal ini, Taoisme menolak segala
dikhotomi yang tajam. Tidak ada sudut pandangan dalam dunia ini sebagai sudut
pandangan mutlak.
Dalam
pandangan Tao, bahkan kebaikan dan keburukan kehilangan sifat mutlaknya.
Didorong oleh semangat puritanisme selama beberapa abad sehingga mereka memupuk
sifat diam mereka. Taoisme mengikuti asas kenisbian yang dianutnya sampai
kepada batas yang logis, bahwa hidup dan mati itu sendiri dipandang suatu tahap
yang relative dan dari kesinambungan Tao yang mencakup segala-galanya.[6]
G.
Pengikut
Agama Tao
Anggota-anggota madzab Tao berasal dari kaum
pertapa. Akan tetapi para penganut Taoisme bukanlah pertapa-pertapa biasa yang
melarikan diri dari dunia, yang berkehendak untuk mempertahankan kesucian
mereka, dan bukan pula orang yang sekali dalam pertapaan, tidak membuat usaha
secara ideologis untuk menjustifikasi mereka. Sebaliknya, mereka adalah
orang-orang yang terjun kedalam pengasingan, berusaha untuk menyusun suatu
system pemikiran yang akan memberi makna bagi tindakan mereka.[7]
PENUTUP
Agama Tao menggabungkan ilmu pengetahuan, filsafat dan
kedewaan sebagai dasar kepercayaan. Agama Tao banyak menyembah Dewa-Dewi. Dalam
praktek peribadatan, penganut agama ini melaksanakan ibadahnya di Klentheng
atau Pekong. Agama ini mempunyai kitab suci untuk penganutnya dalam menjalankan
keberagamaan diantaranya adalah Tao Te Ching, Chuang Tzu dan Leizi.
DAFTAR
PUSTAKA
- Smith, Huston. Agama-Agama Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.1995.
- Yu-lan, Fung. Sejarah Filsafat Cina. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007.
- Tanggok, Iksan. Mengenal Lebih Dekat Agama Tao. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta.2006.
- ^ http://www.gb.taoism.org.hk/general-taoism/origin&formation-of-taoism/pg1-1-1-5.htm
- ^ http://www.gb.taoism.org.hk/general-taoism/origin&formation-of-taoism/pg1-1-1-6.htm
[1].
Huston Smith, Agama-Agama Manusia, (Yayasan Obor Indonesia, tahun 1985),
hal.231
[2]
. Fung Yu-Lan, Sejarah Filsafat Cina, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar
2007), hal.81
[3]
Ebook. Iksan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Tao,(Jakarta: Lembaga
penelitian UIN Jakarta), hal.17
[4]
. I Djaja L, Siu Tao. 2000
[5]
Ibid, 3
[6]
Ibid.1
[7]
Ibid.2
0 komentar:
Posting Komentar