Pages

Senin, 07 Desember 2015

tor andrae





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Tor andrea adalah seorang mahaguru berkebangsaan jerman. Dalam karyanya Muhammad, sein leben und sein glaube. Ia memiliki pandangan tentang Nabi Muhammad dan kitab suci Al Qur’an yang di turunkan kepada Muhammad yang mana melalui perantara suara.
Prof. Dr. Tor Andrae, menerangkan bahwa Muhammad tampaknya termasuk tipe mendengar suara. Wahyu yang diterima ditekan kepadanya oleh suatu suara yang dia atribusikan kepada malaikat Jibril.
 Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus berupa buku lengkap, melainkan ayat demi ayat dalam masa 23 tahun, catatan tersebut lantas disusun merupakan mushaf seperti yang terdapat sekarang, oleh sebuah team yang ditunjuk khalifah Ustman di bawah pimpinan Zaid bin Tsabit; dan penyusunan ayat-ayat pada setiap surah mengikuti petunjuk yang pernah diberikan oleh Nabi Muhammad SAW. Pada masa hidupnya.
B.     Rumusan masalah
a.       Bagaimana pandangan Tor Andrae mengenai sikap terhadap pribadi Nabi Muhammad?
b.      Bagaimana pandangan Tor Andrae mengenai Sikap Terhadap Kitab Suci Al-Qur’an?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sikap Tor Andrae Terhadap Pribadi Nabi Muhammad
Sikap dan pandangan berbagai tokoh dari abad-abad sebelumnya, kini dikemukakan pandangan tokoh-tokoh dari abad ke-20. Seorang diantaranya ialah tor andrea menulis sebagai berikut:
Yang artinya: Inspirasi Muhammad adalah murni sepanjang pengertian psikologis yang sudah lebih dahulu ditegaskan secara insindental. Sukar untuk dipercayai bahwa seseorang akan mampu memenangkan kepercayaan sedemikian mutlak, ataupun mampu membangkitkan kesan sedemikian rupa atas orang sektornya, andai dia tidak memiliki keyakinan yang melimpah dan meyakinkan di dalam pesan yang dibawanya. Muhammad menganggap seruannya dengan kejujuran yang sesungguh-sungguhnya; Ia merasa hatinya gemetar di depan penguasa hari kemudian, dan menyambut jabatan yang ditugaskan kepadanya dengan takut dan gemetar. Seandainya (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atasa (nama) kami. Niscaya kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian pasti kami potong tali urat jantungnya. Maka tidak ada seorang pun dari kamu yang mampu menghalangi (kami). Dan sunggguh Al-Quran itu benar-benar pelajaran bagi yang taqwa, (surah Al-Haqqah 69:44-48). Muhammad menolak setiap permohonan untuk bertindak sebagai pelaku-Mukjizat, dan secara tegas menolak seluruh tahyul-tahyul mengenai dirinya.
Dia hanyalah manusia biasa seperti manusia lainnya; tidak menyandarkan perlindungan kepada sumber-sumber samawi, bahkan dia bukan menguasai nasibnya sendiri, apalagi akan menentukan nasib orang lain. Memang, semua keterangan itu bersal dari kota Mekkah. Tapi tidak ada suatu pun menunjukkan bahwa Muhammad itu berikhtiar mengeksploitir penghormatan yang bersifat tahyuli terhadap dirinya (sewaktu sudah berada) di madinah, sewaktu para mukmin di madinah ingin memperlakukanya dalam seluruh peristiwa, bahkan dalam perkara-perkara yang terpandang penting, ia tidak pernah menonjolkan wewenangnya ataupun menyelamatkan posisinya dengan jalan mukjizat.
Demikian pandangan Tor Andrea mengenai pribadi Nabi Besar Muhammad SAW. Tor andrea adalah seorang mahaguru berkebangsaan jerman. Dalam karyanya Muhammad, sein leben und sein glaube, tertulis antara lain:
Yang artinya: studi tentang kehidupan Muhammad dan karyanya berkembang demikian cepat hingga apologi tidak diperlukan lagi bagi penerbitan studi yang utama. Kita sudah mencapai tahap yang mungkin untuk mendekati pribadinya dengan ukuran pemahaman dan keseimbangan yang tidak mungkin memperolehnya pada beberapa decade yang silam. Diharapkan karya ini akan disambut dengan gairah oleh para mahasisiwa agama, pecinta biografi, dan para penganut islam.[1]
B.     Sikap Orientalis Terhadap Kitab Suci Al-Qur’an
Kitab suci Al-Qur’an menempati kedudukan sebagai sumber hokum paling otentik dan paling asasi dalam agama islam. Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus berupa buku lengkap, melainkan ayat demi ayat dalam masa 23 tahun, baik di makkah maupun di yasrib (madinah). Setiap ayat yang diturunkan itu dihafalkan oleh para pengikut Nabi Muhammad SAW. Dan dituliskan pada pelepah-pelepah tamar yang diraut dan disusun rapi, seperti halnya bambu-bambu yang disusun pada lontar di bali dan pustaha di tanah batak. Sebagiannya dicatat pada lembaran perkamen dan lembaran papyrus.
Pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin affan (23-35 H/644-655 M), himpunan catatan tersebut lantas disusun merupakan mushaf seperti yang terdapat sekarang, oleh sebuah team yang ditunjuk khalifah Ustman di bawah pimpinan Zaid bin Tsabit; dan penyusunan ayat-ayat pada setiap surah mengikuti petunjuk yang pernah diberikan oleh Nabi Muhammad SAW. Pada masa hidupnya.
Prof. Dr. Tor Andrae, tokoh orientalis dari jerman menulis mengenai kitab suci Al-Qur’an sebagai berikut:
“Muhammad tampaknya termasuk tipe mendengar suara (auditory Type). Wahyu yang diterima ditekan kepadanya oleh suatu suara yang dia atribusikan kepada malaikat Jibril. (Mohammed apparently belonged to the auditory type. His revelations wewrw dictated to him by a voice which he anttributed to the angel Gabriel). Pembuktian atas kemurnian wahyu yang diterimanya itu dikemukakan Muhammad dalam surah Al-Qiyamah, 75: 16-19, yang disitu kita baca: jangan kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasainya). Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkan (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selasai membacakannya, maka ikutilah membacannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya, justeru sang Nabi itu tidaklah menggerakkan lidahnya dengan sengaja membentuk lebih dulu kata-kata yang akan diucapkan malaikat. Tapi dengan tenang dan diam, dia menantikan bacaan malaikat, dengan jaminan bahwa kaliamat-kalimat ilahi itu akan tetap membekam di dalam ingatannya; surat Al- A’la 87: 6-8.
Tor andrae membicarakan panjang lebar tentang Al-Qur’an sebagai himpunan wahyu dengan membahas pengertian wahyu dan hal-hal yang berkaitan dengan wahyu, dan membandingkannya dengan kepada Nabi-nabi yang tercantum di dalam Holy Bible; selanjutnya membandingkannya kepada kenyataan-kenyataan yang dialami seniman-seniman terbesar sewaktu menerima ilham (inspiration) bagi setiap karyanya. Dalam hal itu Tor Andrae mengemukakan data-data yang ditemukan di dalam Al-Qur’an sendiri beserta setiap Hadits Al Mutawatir tentang keadaan Nabi Muhammad SAW. Sewaktu menerimakan wahyu, lalu menyorotinya sepanjang teori-teori psikologi mutakhir. Berdasarkan semua itu tor andrae lantas menolak pendapat penulis-penulis Bizantium pada masa dulu (certain Byzantine writers) dan pendapat penulis-penulis Barat pada masa lampau (past western writers) tentang wahyu yang diterima oleh nabi Muhammad itu, dengan kalimat yang begitu tegas. Tidaklah terlampau banyak nilai bisa diberikan kepada uraian-uraian yang sudah merupakan tradisi selama mengenai wahyu yang diterimakan sang Nabi itu, dan selanjutnya menegaskan lagi bahwa kemurnian wahyu itu bisa, dan bahkan mesti dipahamkan dalam pengertian yang lebih mendalam. Yakni penilaian itu mestilah ditikberatkan pada isi pesan (messages) yang dibawa oleh sesuatu yang dikatakan wahyu itu. Dan ternyata pesan yang dibawa Muhammad itu rasional dan bersifat universal.[2]

BAB III
PENUTUP

Tor andrae adalahn salah satu tokoh orientals yang menceritakan kepribadian Nabi Muhammad. Tor andrae beranggapan bahwa Muhammad menolak setiap permohonan untuk bertindak sebagai pelaku-Mukjizat, dan secara tegas menolak seluruh tahyul-tahyul mengenai dirinya. Dia hanyalah manusia biasa seperti manusia lainnya; tidak menyandarkan perlindungan kepada sumber-sumber samawi dalam agama islam. Al-Quran tidak diturunkan secara sekaligus melainkan di turunkan secara mutawatir.
Tor andrae membicarakan panjang lebar tentang Al-Qur’an sebagai himpunan wahyu dengan membahas pengertian wahyu dan hal-hal yang berkaitan dengan wahyu, dan membandingkannya dengan kepada Nabi-nabi yang tercantum di dalam Holy Bible. Selain itu, tor andrae lantas menolak pendapat penulis-penulis Bizantium pada masa dulu (certain Byzantine writers) dan pendapat penulis-penulis Barat pada masa lampau. Karena sewaktu Nabi Muhammad menerima wahyu, menyorotinya sepanjang teori-teori psikologi mutakhir.
                                                                 

DAFTAR PUSTAKA

Sou’yb, M. Joesoef, Orientalisme dan Islam.M Jakarta: Bulan Bintang, 1995.


[1] M. Joesoef Sou’yb, Orientalisme dan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995) h. 113-114
[2] Ibid, h. 131-132

0 komentar:

Posting Komentar